Selamat Hari Raya Idul Fitri 1432 H. Mohon Maaf Lahir dan Batin
Taqabbal Allah minnaa wa Minkum. Kullu ‘Aam wa Antum bi Khayr
Pengurus AMKS Syekh M Arsyad al-Banjari Periode III Masa Bakti 2010-2011
Selamat Hari Raya Idul Fitri 1432 H. Mohon Maaf Lahir dan Batin
Taqabbal Allah minnaa wa Minkum. Kullu ‘Aam wa Antum bi Khayr
Pengurus AMKS Syekh M Arsyad al-Banjari Periode III Masa Bakti 2010-2011
Ibnu Hajar Al ‘Asqalânî ; Panglima Muhadditsîn
(773-852 Hijriyah)
Oleh: Muhammad Hikam Masrun*
“Tiga perkara dunia yang bila terwujud bagi seseorang niscaya ia tak akan takut bahaya dan kerusakan: independen dan selamat dari [bahaya] pengejar dunia, kesehatan badan, dan akhir yang baik.”(Nuzhum Al Iqyân: hlm. 16)
Masa Kecil dan Pendidikan
Ibnu Hajar Al ‘Asqalânî bernama lengkap Ahmad bin Ali bin Muhammad bin Muhammad bin Ali bin Mahmud bin Ahmad bin Hajar bin Ahmad Al Kinânî Al ‘Asqalânî, Al Mishrî, As Syafi’î. Beliau dilahirkan pada tanggal 12 Sya’ban, tahun 773 Hijriyah di sebuah rumah di tepian sungai Nil, Mesir. Beliau di-kunyah-i oleh bapaknya dengan Abu Al Fadhl, dengan harapan agar sang anak meyerupai salah satu dari beberapa hakim agung Mekah yang bergelar sama.
Mengenai frase terkenal “Ibnu Hajar”, beberapa referensi menyebutkan bahwa itu merupakan laqab (nama panggilan yang biasanya digunakan untuk memuji atau menghina dan bukan merupakan nama asli), sementara sumber yang lain mengatakan itu adalah nama asli. Namun pendapat terkuat, sebagaimana diungkapkan oleh murid beliau, As Sakhâwy dalam buku Ad Dhau Al Lâm’i (2/36), Ibnu Hajar adalah laqab terhadap sebagian moyang beliau.
Baca lebih lanjut
biarlah….
hujan turun lagi
hujan ke mana kita mandi; main air
luruhnya ke lautan
lalu kita
dengan lampu pecah
berhamburan
ke tungku api
nafas tertatih
perih teriris
pada terik kemarau
seutas usai itu
Baca lebih lanjut
Muhammad Hikam Masrun*
Beberapa waktu yang lalu, persatuan internasional alumni Universitas al-Azhar cabang Indonesia diresmikan. Dengan diketuai oleh Ayahnda Prof. Dr. M Quraish Shihab, MA, persatuan cabang ini dituntut dapat membawa visi “pertengahan”—yang menjadi salah satu flatform al-Azhar sejak ratusan tahun—di bumi Indonesia. Terlepas dari kompleksnya tantangan masyarakat muslim, ada kesadaran agar “doktrin jalan tengah” ditegakkan kembali. Baca lebih lanjut